Tugas Emosional dan Fungsional Orangtua

“Your children need your presence more than your presents.”

(Unknown)

Menjalani peran sebagai orangtua adalah tentang menjalani proses belajar tiada henti. Bahkan ketika anak-anak sudah beranjak dewasa pun, peran orangtua itu tetap melekat pada diri. Tugas orang tua itu basically ada dua, yaitu tugas fungsional dan tugas emosional

Tugas membersamai anak-anak dan membantu mereka untuk berproses belajar menuju kemandirian bisa disebut sebagai tugas fungsional. Contohnya adalah menyuapi anak yang masih bayi, membantu memakaikan baju pada anak usia satu tahun, menemani belajar menulis kalimat di samping si anak kelas 1 SD, mengajak diskusi anak usia SMP (misalnya ketika orang tua hendak memberikan pemahaman akan satu hal penting pada anak remajanya). Porsi masing-masing tugas ini berbeda, sesuai dengan usia si anak. Tentu saja tugas fungsional kita akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak. Semakin besar anak kita, harapan kita si anak akan berkurang ketergantungannya akan bantuan kita.

Jika orang tua membangun kedekatan dengan anak, memupuk dan menunjukkan cinta kasih pada anak, membangun harga diri anak, ini adalah tugas emosional. Jika tugas emosional kita jalankan dengan maksimal di masa awal usia perkembangan anak, ini akan menjadi tabungan kedekatan anak dan orang tua. Pentingnya tabungan emosional/kedekatan ini baru kita rasakan ketika anak sudah semakin besar. Hubungan emosional yang dekat antara anak dan orang tua akan memudahkan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai keluarga bagi anak. Bahkan ketika si anak menemukan kesulitan dalam perjalanan hidupnya, dia akan dengan mudah untuk “kembali” pada keluarga.

Dari dua tugas ini memunculkan berbagai peran (roles) orang tua bagi anak. Ada saatnya orang tua harus berperan sebagai teman, ada saatnya orang tua berperan sebagai pemegang kuasa. Tidak selamanya menjadi teman anak itu adalah solusi semua hal. Untuk aturan-aturan yang prinsip, nilai-nilai keluarga yang ingin ditanamkan, it is okay for parents untuk memakai otoritasnya as a parent.

Idealnya, anak-anak akan mudah diajak bekerja sama dan dapat memahami alasan aturan-aturan yang diterapkan di rumah jika kita memiliki tabungan emosional dengan anak. Tentu saja, semua itu tidak akan berjalan mulus tanpa kerikil yang menyertai perjalanan parenting ini. Di poin ini, kita perlu belajar (kembali) memahami tahapan usia anak dan yang terjadi di usia itu. Jika pun kita akan berperan menjadi teman anak kita, tidak selamanya kita harus menjadi teman yang menyenangkan. Boleh jadi, kita (dengan terpaksa) menjadi teman yang tidak asyik bagi anak kita, jika berkenaan dengan hal prinsip dan nilai-nilai (fitrah) yang ingin ditanamkan dalam diri anak.

Being a parent is a lifetime job. That’s why we should keep learning to understand better and to be better.

(Hera Budiman

#catatanbundahera
#nothingcomparestobeingamom
#lifeiswonderful

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like