Merawat Negeri dengan Melek Literasi

Ping!

Notifikasi grup WA berbunyi lagi. Saya membuka telepon genggam dan membaca chat dari salah satu grup WA. Sudah lima grup WA dengan informasi yang sama saya dapatkan dalam satu hari itu. Dari kalimat-kalimatnya sudah bisa ditebak, informasi ini diragukan kebenarannya, bahkan kemungkinan besar adalah hoaks. Benar saja dugaan saya, tak lama salah satu anggota lain di grup ini mengirimkan tautan berita yang menjelaskan bahwa informasi yang dibagikan tadi adalah tidak benar.

Kejadian ini bukan hal baru. Masih banyak orang tertentu yang memilih membagikan lagi informasi yang diterima ke banyak grup hanya untuk menjadi yang tercepat membagikan berita. Akibatnya, urusan kebenaran berita tersebut tampaknya tidak menjadi prioritas saat itu.

Selain tentang kebenaran suatu informasi, yang juga sering terabaikan adalah tepat-tidaknya ruang publik (grup WA) tersebut dengan informasi yang disampaikan. Contohnya, ada orang yang membagikan info tentang resep masakan di grup WA kepenulisan. Ada juga orang yang membagikan berita politik di grup WA pengasuhan anak. Ada pula yang membagikan berita kriminal di grup kelas sekolah anaknya, lengkap dengan foto-foto yang tidak seharusnya dikonsumsi umum. Familiar dengan kejadian ini? Mengapa bisa terjadi? Adakah hubungannya dengan melek literasi dan merawat negeri?

Membagikan informasi di satu grup dapat diibaratkan berbicara di depan kumpulan banyak orang di suatu ruang tertentu. Artinya, informasi yang disampaikan haruslah informasi yang memang dibutuhkan anggota grup tersebut dan tentunya sesuai dengan ruang grup itu. Tentu akan sangat tidak tepat ketika kita membagikan informasi yang sifatnya khusus konsumsi kalangan terbatas namun dibagikan di ruang umum (grup). Bagaimanapun, media sosial adalah ruang publik.

Untuk informasi hoaks yang mengangkat isu sensitif atau SARA, ini jelas akan berdampak negatif atau bahkan membahayakan persatuan bangsa. Ada beberapa hal yang memang tidak bisa didiskusikan dalam grup yang heterogen. Selain itu, grup-grup WA pun dibentuk pasti dengan tujuan-tujuan jelas dan khusus. Contohnya adalah grup WA parenting yang hanya berbagi informasi seputar pengasuhan anak atau grup medsos lainnya yang memiliki bahasan khusus.

Dengan demikian, diperlukan kemampuan dasar literasi baca-tulis dan literasi digital dalam menyikapi hal ini. Kemampuan literasi bukan hanya milik para siswa atau mahasiswa. Kemampuan literasi bukan hanya ada di sekolah-sekolah formal. Namun, kemampuan literasi dasar adalah hak setiap insan. Untuk itu, kemerdekaan belajar sejatinya dimiliki oleh seluruh warga yang hidup di negeri ini, Indonesia tercinta.

Melek literasi bukan sekadar bisa membaca dan menulis atau bisa menggunakan gadget ketika memerlukan informasi tertentu. Menjadi literat adalah tentang memiliki kemampuan dalam memahami suatu bacaan, dalam hal ini informasi yang banyak dan berseliweran di dunia maya. Untuk dapat dikatakan melek literasi digital pun bukan sekadar dapat menggunakan gadget, namun lebih dari itu. Menjadi seorang yang literat (literasi digital) adalah tentang kemampuan memilih dan memilah informasi yang bermanfaat serta meninggalkan “sampah-sampah” informasi dunia maya.

Jika seseorang melek literasi, tentu dia akan paham ketika ada suatu informasi datang padanya. Pertama, dia harus dapat memahami isi informasi tersebut. Untuk seseorang yang terbiasa membaca buku atau artikel, biasanya dia akan mudah mengenali informasi hoaks atau setidaknya yang diragukan sumbernya. Kedua, dia harus dapat mempertimbangkan efek yang akan ditimbulkan jika informasi itu disebarluaskan di ruang publik maya (grup-grup WA atau medsos lain). Jika efeknya negatif atau akan menimbulkan perdebatan tidak sehat, informasi tersebut lebih baik hanya sampai padanya saja, tidak perlu dibagikan lagi di grup-grup lainnya.

Dengan memutus informasi hoaks atau informasi yang potensial menimbulkan perdebatan tidak sehat atau perpecahan para anggota grup, perdebatan antarkubu tidak akan terjadi. Ini memang semacam tindakan pencegahan sebelum perdebatan yang tidak perlu atau bahkan perpecahan itu sendiri terjadi. Meskipun belum dapat mengetahui yang akan terjadi, lebih baik mencegah daripada mengobati, bukan?

Jika kemampuan memilih dan memilah informasi sudah dimiliki, tentu setiap warga dunia maya akan lebih berhati-hati ketika akan menuliskan pendapat di medsos. Bahkan untuk sekadar memberikan komentar pun, menuliskannya haruslah dilakukan dengan berpikir jernih terlebih dulu. Ini bukan hanya tentang yang kita tuliskan, namun juga tentang efek yang ditimbulkan ketika tulisan itu ada di ruang publik maya.

Merawat negeri dan menjadi warga negara Indonesia yang mencintai negeri dapat dilakukan dengan sederhana dalam keseharian kita. Salah satunya adalah dengan menjadi seorang yang literat. Dengan menjadi seseorang yang literat, kita diharapkan dapat menjadi lebih bijak dalam berinteraksi di media sosial. Jika dulu, orang cerdas itu adalah orang yang bisa mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, sekarang definisi cerdas itu berubah. Seseorang dapat dikatakan cerdas dalam menggunakan sumber informasi dunia maya jika dia dapat memilih dan memilah hanya informasi yang baik, bermanfaat, dan dibutuhkan saja. Dengan menjadi seseorang yang melek literasi, kita telah berkontribusi merawat negeri tercinta, Indonesia.

***

Tulisan ini diikutsertakan dalam buku antologi esai dari Komunitas Menulis Bersama.
0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like