Serupa Hujan

Engkau serupa hujan, hujan yang tak mungkin kupeluk. 

(Hera)

Entah kapan aku mulai menyukai tetes-tetes lembutmu. Jatuhmu begitu indah, laksana anugerah alam yang dikirimkan Sang Maha Keindahan untukku. Teduh dan damai. Engkau membuatku mabuk di antara simfoni yang dilagukanmu kala itu.

Entah kapan aku mulai jatuh suka pada rinaimu. Tarianmu begitu menawan, bagaikan gemulai ranting-ranting pohon yang dibuai sang bayu. Kehadiranmu menyejukkan rasa. Elok dan indah. Segala rasa tercipta, melenakanku.

Aku tak tahu awal rasa ini. Renjana ini telah menggenggam seisi kalbu. Engkau pasti tidak tahu, sore hari adalah waktu yang selalu kurindu. Hujan sore hari selalu berhasil membuat hatiku berdebar-debar. Aku menunggumu.

Aku tak peduli rasa ini akan membawaku. Renjana ini telah membuatku terlena. Engkau pasti tidak paham, sore hari itu adalah waktu yang akan selalu kuingat. Kenangan hujan sore hari selalu berhasil membuat hatiku gundah. Aku menantimu.

Kini, akan kubiarkan rasa ini tak menuju akhir. Akan kunikmati setiap potongan renjana ini sampai waktu tak lagi mengenalku. Aku menginginkanmu. Rasa ini tak akan menemui akhir, karena ia pun tak pernah bermula.

Tahukah engkau yang membuat hatiku berdenyar pada nyanyian hujan sore hari itu? Melodi rinai dan tarian sang bayu adalah segala rasa tentangmu. Ya, semua adalah tentangmu. Engkau serupa hujan. Hujan yang tak mungkin kupeluk.

 

Jakarta, 2 Maret 2020

0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like
Read More

Longing

Longing (Hera Budiman) Longing for our chat when language doesn’t need words speaking in silence   mengeja rasa…